Sabtu, 03 Juni 2017

Strategi Kebudayaan Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Negara Indonesia memiliki beraneka ragam kebudayan yang sangat berharga yang harus dikembangkan dan dilestarikan, tetapi saat ini orang Indonesia khusunya anak muda tidak mau mengembangkan dan melestarikan kebudayaan negaranya sendiri tetapi lebih memilih menganut kebudayaan luar yang kebarat baratan, hal itu sangat disayangkan, maka dari itu saya membuat artikel ini untuk mengingatkan kembali kepada anak muda sebagai penerus bangsa agar mau mengembangkan dan melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia.
1.2  Tujuan
Tujuan penulisan ini adalah agar pembaca mengerti apa itu kebudayan, apa saja nilai-nilai kebudayaan dan bagaimana strategi kebudayan .
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Kebudayaan
Kata "kebudayaan berasal dari (bahasa Sanskerta) yaitu "buddayah" yang merupakan bentuk jamak dari kata "budhi" yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai "hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal". Pengertian Kebudayaan secara umum adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan, dan kebiasaan.  Sedangkan menurut definisi Koentjaraningrat yang mengatakan bahwa pengertian kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang harus didapatkannya dengan belajar dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat. Senada dengan Koentjaraningrat, didefinisikan oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soenardi, pada bukunya Setangkai Bunga Sosiologi (Jakarta :Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964), hal 113, merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, cipta, dan rasa masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.

2.2 Strategi Kebudayaan
 Di tengah terpaan budaya asing yang masuk ke tatanan masyarakat Indonesia, kita memerlukan strategi untuk menyikapinya. Budaya bangsa sendiri haruslah menjadi pilar utama dalam menangkal pengaruh negatif budaya asing.
Tanpa strategi kebudayaan, kita merasakan betapa bangsa ini kian kehilangan semangat kebangsaan, terjadi kerusakan moral, daya saing di tataran global pun melemah. Akibatnya, kita menjadi bangsa yang gagap di percaturan global. Lebih parah lagi, bangsa ini kehilangan kemartabatannya.
Sebagai bangsa besar, saatnya kita mengembalikan harkat, martabat, dan kehormatan bangsa. Untuk itu, sebenarnya kita telah memiliki warisan dari pendiri republik ini, yakni ajaran Trisakti Bung Karno: (1) berdaulat di bidang politik, (2) mandiri di bidang ekonomi, dan (3) berkepribadian di bidang kebudayaan.
Berangkat dari Trisakti, kita bisa membangun dan mengembangkan kekuatan daya cipta, daya rasa, dan daya karsa demi kemartabatan bangsa, bersumber dari nilai-nilai budaya sendiri, budaya yang mengakar di berbagai pelosok negeri. Berangkat dari Trisakti, kita bisa membangun dan mengelola peradaban bangsa sendiri, tak perlu mengekor pada peradaban bangsa lain.
Iya, membangun dan mengelola peradaban. Bukankah poin ini yang sejatinya merupakan inti strategi kebudayaan? Membangun peradaban sesuai tuntutan zaman, tentu tak lantas membuang peradaban lama dan menggantikannya dengan peradaban baru. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki peran strategis dalam hal ini.
Seperti pernah dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan pembudayaan buah budi manusia yang beradab, buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat. Mengingat sifat pendidikan selalu mengikuti perkembangan zaman, masih kata Ki Hajar Dewantara, ia melekat pada manusia sepanjang peradabannya seiring dengan perubahan zaman.
Dengan pendidikan pula, kita berusaha untuk memerdekakan diri, merdeka secara batin dan raga, sehingga kita tidak tergantung pada pihak lain. Kita harus bisa mandiri, bersandar pada kekuatan sendiri. Tetapi, mengingat peradaban adalah perilaku kehidupan secara menyeluruh, apakah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mampu merampungkan pembuatan rumusan strategi kebudayaan tanpa melibatkan kementerian lain?
Kembali ke Trisakti Bung Karno, kebudayaan sejatinya baru satu sisi dari tiga sisi dalam kerangka bangunan sebuah peradaban. Dua sisi lain adalah politik dan ekonomi. Satu sisi hancur, sisi yang lain tak akan utuh. Dengan demikian, perumusan strategi kebudayaan sejatinya adalah kerja besar, kompleks, dan rumit.
Membangun strategi kebudayaan dalam kerangka Trisakti haruslah selaras dengan bangunan politik dan ekonomi. Ketika politik dan ekonomi dibangun dengan basis nilai liberal sebagai konsekuensi perubahan UUD 1945, akankah bangunan budaya diselaraskan juga dengan bangunan politik dan ekonomi? Pertanyaan besar ini tentu tak bisa dijawab hanya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Singkatnya, strategi kebudayaan tidaklah berdiri sendiri. Ia harus selaras dengan strategi politik dan strategi ekonomi. Ketika strategi politik dan ekonomi telah keluar dari ideologi Pancasila, apa yang harus kita lakukan? Ini bukan hanya tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini tugas negara secara menyeluruh.
Kalau mau merumuskan strategi kebudayaan berbasis nilai-nilai kebangsaannya sendiri maka strategi politik dan ekonomi harus pula dikembalikan ke basis yang sama. Saatnya kita kembali menjadi Indonesia yang ber-Pancasila dan berbhineka tunggal ika. [PK]
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari artikel ini adalah kita harus mau melestarikan dan mengembangkan  kebudyaan kebudayaan yang ada di Indonesia karena kebudayaan adalah salah satu ciri khas Negara Indonesia.